Di tengah laju pertumbuhan Sustainable Aviation Fuel(SAF) dari bahan baku minyak jelantah—dikenal juga sebagai Used Cooking Oil (UCO), JGC Indonesia berkomitmen untuk turut berkontribusi terhadap kemajuan agenda keberlanjutan lingkungan dan energi tersebut. JGC Holdings sebagai perusahaan induk JGC Indonesia telah memulai perannya melalui keikutsertaan dalam pengembangan pabrik SAF, mencakup FS, Pre-FEED, FEED, hingga tahap EPC. Sejauh ini, JGC Holdings juga secara aktif terlibat dalam proyek SAF skala besar pertama di Jepang yang dibangun melalui kolaborasi dengan beberapa perusahaan lainnya[8].
Keterlibatan JGC Holdings dalam pengembangan SAF sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mendorong agenda Energi Hijau. JGC Indonesia turut menjalankan komitmen tersebut dengan memperluas pemahaman dan keahlian perusahaan dalam konteks produksi SAF dan pengelolaan bahan baku terkait.
Di JGC, kami mendengarkan keluhan masyarakat dan industri, lantas bekerja sama dengan para ahli untuk mengeksplorasi cara menangani limbah minyak—minyak jelantah—dan memanfaatkannya menjadi suatu bentuk energi berkelanjutan. Temukan alasan mengapa dan bagaimana minyak jelantah dapat diolah kembali menjadi SAF, bahan bakar pilihan pertama dalam industri penerbangan.
Latar Belakang Minyak Jelantah untuk SAF
Selama puluhan tahun, minyak telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pengolahan makanan. Saat ini, seiring dengan tingginya minat masyarakat terhadap makanan yang digoreng, akumulasi limbah minyak turut meningkat pesat. Di Indonesia misalnya, pada tahun 2022, diperkirakan 900.000 ton minyak jelantah dibuang tanpa pengelolaan limbah yang layak [16].
Melimpahnya minyak jelantah ini lantas menimbulkan permasalahn baru terkait proses pengelolaannya [9][14]. Jika dibuang secara langsung ke perairan, minyak akan menutupi permukaan air dan menghalangi oksigen yang dapat memengaruhi makhluk yang hidup dalam perairan tersebut.Jika dibuang begitu saja ke saluran pembuangan, saat suhu berubah lebih rendah, minyak jelantah akan mengendap, mengeras dan menyumbat saluran pembuangan. Belum lagi fakta bahwa minyak jelantah menghasilkan bau yang tidak sedap dan bersifat korosif[6].
Contoh di atas hanya sebagian kecil dampak buruk dari pengelolaan minyak jelantah yang tidak tepat terhadap lingkungan. Hal ini menjadi salah satu isu yang tengah ramai dipelajari oleh para ahli untuk menemukan solusi penanganan yang paling tepat. Salah satu ide yang paling digagas saat ini ialah untuk mengubah minyak jelantah menjadi biofuel.Gagasan yang lantas menimbulkan beberapa pertanyaan lanjutan, biofuelapa dan mengapa?
Dari Minyak Jelantah, menjadi SAF
Minyak jelantah mengandung konsentrasi asam lemak bebas (free fatty acid (FFA),) yang tinggi, yang menjadikannya salah satu bahan baku bernilai tinggi untuk produksi biofuel. Seiring dengan perkembangan pesat konsep limbah menjadi energi, biofuel yang dihasilkan dari minyak jelantah ini menawarkan solusi dalam mengurangi krisis energi dan masalah polusi lingkungan[14][12].
Salah satu pemanfaatan minyak jelantah yang paling menjanjikan adalah mengubahnya menjadi bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF)[4][13]. Minyak jelantah, bersama dengan lemak hewan dan minyak nabati mentah, dianggap sebagai bahan baku dengan biaya terendah untuk bahan bakar jet alternatif, sehingga menjadi bahan baku yang paling disukai oleh perusahaan penerbangan[3]. Namun, mengapa perusahaan penerbangan harus berurusan dengan masalah limbah rumah tangga dan bisnis?
Hal ini karena penerbangan, sektor transportasi dengan pertumbuhan tercepat dalam hal emisi, dianggap sebagai kunci untuk mengatasi problematika gas rumah kaca[7]. Untuk mengatasi tantangan ini, berbagai alternatif bahan bakar penerbangan telah diteliti, termasuk bio-jet fuel, synthetic jet fuel, gas alam cair (LNG), hidrogen cair (LH2), electro fuel, dan listrik. Di antara pilihan pilihan tersebut, SAF menjadi preferensi perusahaan penerbangan sebagai alternatif berkelanjutan dari bahan bakar fosil karena daya saing ekonomi dan tingkat kecocokannya dengan sistem bahan bakar yang ada, dan kemampuannya dalam mengurangi emisi secara signifikan[5].
Apa itu SAF?
SAF adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber daya berkelanjutan yang dapat menyerap karbon dioksida (CO2). Termasuk diantaranya ialah minyak jelantah, residu pertanian dan kehutanan, serta dari sumber non-biologis seperti hidrogen hijau.
Berbeda dengan bahan bakar jet konvensional, SAF tidak mengeluarkan sulfur oksida (SOx) dan secara signifikan mengurangi emisi partikel halus dan contrail, yang memiliki dampak positif terhadap efek radiasi yang merupakan penyebab utama perubahan iklim[15].
Informasi lebih lanjut terkait SAF dapat diakses melalui SAF is the future of low carbon.
Bagaimana Cara Memproduksi SAF dari UCO?
Produksi SAF dapat dilakukan melalui berbagai jalur teknologi. Namun, dengan minyak jelantah sebagai bahan baku utama, jalur yang paling memungkinkan adalah mengonversinya melalui proses Hydro-processed Esters and Fatty Acids (HEFA)[1].
Proses pemrosesan minyak jelantah menjadi SAF melalui jalur HEFA mencakup tiga langkah utama: pretreatment, hydro-processing,danproduct fractionation.Jalur HEFA yang juga dikenal sebagai HRJ (Hydro-processed renewable jet), dapat dijelaskan secara sederhana melalui bagan dibawah ini:
(Sumber: UOP dalam Ajam & Viljoen)
SAF yang dihasilkan dari minyak jelantah melalui jalur tersebut dapat dicampur langsung dengan bahan bakar jet konvensional untuk dimasukkan ke dalam sistem pengisian bahan bakar pesawat terbang tanpa memerlukan adaptasi ataupun modifikasi mesin[2]. Oleh karena itu, SAF dari minyak jelantah lantas dikatakan sebagai bahan bakar jet "drop-in," dengan rasio pencampuran terhadap bahan bakar jet konvensional mencapai 50% sesuai standar penerbangan yang berlaku.
Situasi dan Pertimbangan Saat Ini
Beberapa pertimbangan terkait pemrosesan minyak jelantah menjadi SAF tergolong wajar karena statusnya sebagai teknologi dan aplikasi yang relatif baru. Empat tantangan utama yang perlu diperhatikan ialah:
- Kesadaran dan partisipasi masyarakat – Mencari solusi untuk mengedukasi masyarakat dalam menerapkan praktik pengelolaan minyak jelantah yang benar.
- Keberlanjutan bahan baku – memastikan ketersediaan dan konsistensi pasokan minyak jelantah untuk produksi SAF dalam jangka panjang.
- Regulasi – Proses konversi minyak jelantan ke SAF perlu mematuhi standar dan regulasi international, terutama ICAO CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation).
- Biaya – Harga SAF masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga bahan bakar jet konvensional. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan bahan baku, kompleksitas proses konversi, serta kepatuhan terhadap standar ketat industri penerbangan.
Meskipun berhadapan dengan tantangan-tantangan diatas, terbukti bahwa hingga saat ini SAF sudah dapat dicampurkan hingga 50% ke mesin penerbangan yang ada, dimana sepenuhnya memenuhi standar sertifikasi ASTM D7566. Dan sejumlah penelitian tengah dilakukan dalam mempelajari kemungkinan persentase pencampuran yang lebih besar, yang akan memungkinkan penggantian bahan bakar konvensional sepenuhnya oleh SAF di masa yang akan datang. Sejalan dengan target net-zero carbon ICAO pada 2050[11].
Di bawah pengawasan dan dukungan dari JGC Holdings, JGC Indonesia berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pengembangan SAF untuk penelitian dan aplikasi komersial di Indonesia dengan memastikan kepatuhan penuh terhadap regulasi ICAO, ASTM, serta otoritas penerbangan nasional.
Referensi:
- Ajam, M. & Viljoen, C. 2021. Synergies between renewable kerosene and Fischer-Tropsch Synthetic Paraffinic Kerosene (FT-SPK). P: 4.
- 2023. Beginner’s Guide to Sustainable Aviation Fuel, Edition 4. https://aviationbenefits.org/media/168027/atag-beginners-guide-to-saf-edition-2023.pdf. Accessed on November 4, 2024. P. 13.
- Bauen, A., Bitossi, N., German, L., Harris, A., Leow, K. 2020. Sustainable Aviation Fuels. Johnson Matthey Technology Review.https://doi.org/10.1595/205651320X15816756012040
- Chiaramonti, M. P., Buffi, M., Tacconi, D. 2014. Sustainable bio kerosene: process routes and industrial demonstration activities in aviation biofuels. Energy 136: 767https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2014.08.065.
- Dietrich, R. U., Adelung, S., Habermeyer, F. et al. Technical, economic, and ecological assessment of European sustainable aviation fuels (SAF) production. CEAS Aeronaut J 15, 161–174 (2024). https://doi.org/10.1007/s13272-024-00714-0
- , G. D., Domenico, A. D., Ferrara, C., Abate, S., Osseo, L. S. 2020. Evolution of Waste Cooking Oil Collection in an Area with Long-Standing Waste Management Problems. Sustainability (12):2-9.
- Hu, Y., Yang, L., Cui, H., Wang, H., and Li, C. 2024. Developing a balanced strategy: A multi-objective model for emissions reduction and development of civil aviation in China. Energy: 307. P. 1.
- 2022. Basic Agreement Concluded on Cooperation to Commercialize Domestic SAF. https://www.jgc.com/en/news/assets/pdf/20220629_01e.pdf. Accessed on October 10, 2024.
- Kamilah, H., Azmi, M. A., Yang, T. A. 2015. Knowledge, Attitude and Perception towards the Consumption of Waste Cooking Oil between Suburban and Rural Communities. International Journal on Advanced Science Engineering Information Technology (5):
- Liu, T., Liu, Y., Wu, S., Xue, J., Wu, Y., Li, Y., Kang, X. 2018. Restaurants’ behavior, awareness, and willingness to submit waste cooking oil for biofuel production in Beijing. Clean. Prod. 204: p. 636.
- Marszalek, N., and Lis, T. 2022. The future of sustainable aviation fuels. Combustion Engines 191(4): 35.
- Pikula, K. S., Zakharenko, A. M., Chaika, V. V., Stratidakis, A. K., Kokkinakis, M., Waissi, G., Rakitskii, V. N., Sarigiannis, D. A., Hayes, A. W., Coleman, M. D., Tsatsakis, A., Golokhvast, S. 2018. Toxicity bioassay of waste cooking oil-based biodiesel on marine microalgae. Toxicol Rep (6): 112. doi: 10.1016/j.toxrep.2018.12.007.
- Prussi, M., O’Connell, A., & Lonza, L. 2019. Analysis of current aviation biofuel technical production potential in EU28. Biomass and Bioenergy (130):doi: 10.1016/j.biombioe.2019.10537
- Sahar, S. S., Iqbal, J., Ullah, I., Bhatti, H. N., Nouren, S., Iqbal. 2018. Biodiesel production from waste cooking oil: An efficient technique to convert waste into biodiesel. Sustainable Cities and Society, (41): 220. doi: 10.1016/j.scs.2018.05.037
- 2024. Sustainable Aviation Fuel: What is it and why does it matter? https://skynrg.com/wp-content/uploads/2022/04/Whitepaper-What-is-SAF-1.pdf. Accessed on November 4, 2024.
Suzihaque, M. U. H., Alwi, H., Ibrahim, U. K., Abdullah, S., Haron, N. 2022. Biodiesel production from waste cooking oil: A brief review. Materialstoday: proceedings (63):490. https://doi.org/10.1016/j.matpr.2022.04.527
Artikel ini ditulis oleh :
Amalia Audina Rosa
Sales Team